Disahkan
pada tanggal 25 Maret 2008. UU ITE terdiri dari 13 Bab dan 54 Pasal
yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan
transaksi yang terjadi didalamnya.
Secara garis besar UU ITE mengatur hal-hal sebagai berikut :
- Tanda
tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan
konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN
Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas).
- Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
- UU
ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik
yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki
akibat hukum di Indonesia.
- Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
- Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
- Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
- Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
- Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
- Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
- Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
- Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
- Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
- Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising?))
Cyberlaw di Singapore
The Electronic Transactions Act (ETA) 1998
The Electronic Transactions Act telah ditetapkan tgl.10 Juli 1998.
Pada dasarnya Muatan ETA mencakup, sbb:
- Kontrak Elektronik
- Kontrak
elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan
secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak elektronik
memiliki kepastian hukum.
- Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan
- Mengatur
mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network service
provider untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti
mengambil, membawa, menghancurkan material atau informasi pihak ketiga
yang menggunakan jasa jaringan tersebut. Pemerintah Singapore merasa
perlu untuk mewaspadai hal tersebut.
- Tandatangan dan Arsip elektronik
- Bagaimanapun
hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani
kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik
tersebut harus sah menurut hukum, namun tidak semua hal/bukti dapat
berupa arsip elektronik sesuai yang telah ditetapkan oleh Pemerintah
Singapore.
Langkah
yang diambil oleh Singapore untuk membuat ETA inilah yang mungkin
menjadi pendukung majunya bisnis e-commerce di Singapore dan terlihat
jelas alasan mengapa di Indonesia bisnis e-commerce tidak berkembang
karena belum adanya suatu kekuatan hukum yang dapat meyakinkan
masyarakat bahwa bisnis e-commerce di Indonesia aman
seperi di negara Singapore.
Cyberlaw di Malaysia
The Computer Crime Act 1997
The Computer Crime Act mencakup, sbb:
- Mengakses material komputer tanpa ijin
- Menggunakan komputer untuk fungsi yang lain
- Memasuki program rahasia orang lain melalui komputernya
- Mengubah / menghapus program atau data orang lain
- Menyalahgunakan program / data orang lain demi kepentingan pribadi
Perbandingan UU ITE dilingkup Negara ASEAN
Selanjutnya
akan dibahas perbandingan antara UU ITE kita dengan negara lain,
khususnya pada kesempatan ini dengan negara-negaratetangga kita
yaitu negara-negara ASEAN.
Beberapa
hal penting yang menjadi perhatian dalam setiap
cyberlaw di negara ASEAN, khususnya yang berhubungan dengan e-commerce
antara lain;
1. Perlindungan hukum terhadap konsumen.
- Indonesia
UU ITE menerangkan
bahwa konsumen berhak untuk mendapatkan informasi yang lengkap
berkaitan dengan detail produk, produsen dan syarat kontrak.
- Malaysia
Communications
and Multimedia Act 1998 menyebutkan bahwa setiap penyedia jasa layanan
harus menerima dan menanggapi keluhan konsumen.
- Filipina
Electronic
Commerce Act 2000 dan Consumer Act 1991 menyebutkan bahwa siapa saja
yang menggunakan transaksi secara elektronik tunduk terhadap hukum yang
berlaku.
Sedangkan pada negara ASEAN lainnya, hal tersebut belum diatur.
3. Cybercrime
Sampai dengan saat
ini ada delapan negara ASEAN yang telah memiliki cyberlaw yang mengatur
tentang cybercrime atau kejahatan diinternet yaitu Brunei, Malaysia,
Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam dan
termasuk Indonesia melalui UU ITE yang disahkan Maret 2008 lalu.
4. Spam
Spam
dapat diartikan sebagai pengiriman informasi atau iklan suatu produk
yang tidak pada tempatnya dan hal ini sangat mengganggu.
- Singapura
Merupakan satu-satunya negara di ASEAN yang memberlakukan hukum secara tegas terhadap spammers (Spam Control Act 2007)
- Malaysia & Thailand
Masih berupa rancangan.
- Indonesia
UU ITE belum menyinggung masalah spam.
Sementara di negara ASEAN lainnya masih belum ada.
5. Peraturan Materi Online / Muatan dalam suatu situs
Lima negara ASEAN
yaitu Brunei, Malaysia, Myanmar, Singapura serta Indonesia telah
menetapkan cyberlaw yang mengatur pemuatan materi online yang
mengontrol publikasi online berdasarkan norma sosial, politik, moral,
dan keagamaan yang berlaku di negara masing-masing.
6. Hak Cipta Intelektual atau Digital Copyright
Di ASEAN
saat ini ada enam negara yaitu Brunei, Kamboja, Indonesia, Filipina,
Malaysia dan Singapura yang telah mengatur regulasi tentang hak cipta
intelektual.
Sementara negara lainnya masih berupa rancangan.
7. Penggunaan Nama Domain
Saat
ini ada lima negara yaitu Brunei, Kamboja, Malayasia, Vietnam
termasuk Indonesia yang telah memiliki hukum yang mengatur penggunaan
nama domain. Detail aturan dalam setiapnegara berbeda-beda dan hanya
Kamboja yang secara khusus menetapkan aturan tentang penggunaan nama
domain dalam Regulation on Registration of Domain Names for Internet
under the Top Level ‘kh’ 1999.
8. Electronic Contracting
Saat
ini hampir semua negara ASEAN telah memiliki regulasi mengenai
Electronic contracting dan tanda tangan elektronik atau electronik
signatures termasuk Indonesia melalui UU ITE.
Sementara Laos dan Kamboja masih berupa rancangan.
ASEAN
sendiri memberi deadline Desember 2009 sebagai batas waktu bagi
setiap negara untuk memfasilitasi penggunaan kontrak elektronik dan
tanda tangan elektonik untuk mengembangkan perniagaan intenet atau
e-commerce di ASEAN.
9. Online Dispute resolution (ODR)
ODR adalah resolusi yang mengatur perselisihan di internet.
- Filipina
Merupakan satu-satunya negara ASEAN yang telah memiliki aturan tersebut dengan adanya Philippines Multi Door Courthouse.
- Singapura
Mulai mendirikan ODR facilities.
- Thailand
Masih dalam bentuk rancangan.
- Malaysia
Masih dalam tahap rancangan mendirikan International Cybercourt of Justice.
- Indonesia
Dalam UU ITE belum ada aturan yang khusus mengatur mengenai perselisihan di internet.
Sementara di negara ASEAN
lainnya masih belum ada. ODR sangat penting menyangkut implementasinya
dalam perkembangan teknologi informasi dan e-commerce.
KESIMPULAN
Dari perbandingan diatas
dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal penting yang belum
dimiliki UU ITE Indonesia dalam kaitannya untuk pengembangan e-commerce
yaitu ;
- Masalah Spam.
- Resolusi yang mengatur perselisihan di internet.
Selain
2 hal di atas yang memang belum diatur di UU ITE, beberapa hal lain
yang perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah adalah :
- Virus dan worm komputer (masih implisit di Pasal 33), terutama untuk pengembangan dan penyebarannya.
- Pasal
yang boleh disebut krusial dan sering dikritik adalah Pasal 27-29,
khusus Pasal 27 pasal 3 tentang muatan pencemaran nama baik.
Terlihat
jelas bahwa Pasal tentang penghinaan, pencemaran, berita kebencian,
permusuhan, ancaman dan menakut-nakuti ini cukup mendominasi di daftar
perbuatan yang dilarang menurutUU ITE. Bahkan sampai melewatkan masalah
spamming, yang sebenarnya termasuk masalah vital dan sangat
mengganggu di transaksi elektronik.
Pasal
27 ayat 3 ini yang juga dipermasalahkan juga oleh Dewan Pers bahkan
mengajukan judicial review ke mahkamah konstitusi. Perlu dicatat bahwa
sebagian pasal karet (pencemaran, penyebaran kebencian, penghinaan,
dsb) di KUHP sudah dianulir oleh Mahkamah Konstitusi.
Pasal
27 ayat 3 ini dikhawatirkan akan mengekang kebebasan diskusi dan
keterbukaan informasi. Kita semua tentu tidak berharap bahwa seorang
blogger harus didenda 1 miliar rupiah karena mempublish posting berupa
komplain terhadap suatu perusahaan yang memberikan layanan buruk, atau
posting yang meluruskan pernyataan seorang “pakar” yang salah konsep
atau kurang valid dalam pengambilan data. Kekhawatiran ini semakin
bertambah karena pernyataan dari seorang staff ahli depkominfo
bahwa UU ITE ditujukan untuk blogger dan bukan untuk pers. Pernyataan
ini bahkan keluar setelah P. Nuh (Menkominfo) menyatakan bahwa blogger
is part of depkominfo family. Padahal sudah jelas
bahwa UU ITE ditujukan untuk setiap orang.
- Tentang
kesiapan aparat dalam implementasi UU ITE, apakah para aparat negeri
kita siap untuk menangani kasus-kasus cybercrime ini?? Mengingat selama
ini aparat Indonesia kurang sigap dalam menangani kasus-kasus yang
ada di negeri ini. Di Amerika, China dan Singapore melengkapi
implementasi cyberlaw dengan kesiapan aparat. Child
Pornography di Amerika bahkan diberantas denganmemberi jebakan ke para
pedofili dan pengembang situs porno anak-anak.
- Dalam UU ITE ini
Pemerintah memasukkan semua unsur cybercrime dalam satu peraturan
sehingga kurang spesifik dalam membahas suatu pelanggaran, sedangkan
bila dibandingkandengan negara lain undang-undangnya dipisah-pisah
menjadi beberapa peraturan, yaitu tentang transaksi elektronik
tersendiri, tanda tangan digital, maupun kejahatan penyalahgunaan
komputer juga tersendiri. Konsep undang-undang negara lain terlihat
begitu matang dan spesifik sedangkan UU ITE ini masih banyak sekali
kekurangannya.
Untuk
itu diharapkan kedepan UU ITE perlu diperbaiki, atau ditingkatkan
cakupannya meliputi hal-hal yang lebih mendetail untuk lebih mengangkat
kredibilitas indonesia dalam perkembangan e-commerce di ASEAN khususnya
dan di dunia pada umumnya, apalagi untuk menyambut pasar bebas pada
masa yang akan datang.
Sumber : wikipedia, 4tt4.files.wordpress.com, romisatriawahono.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar